Mendikdasmen Larang Siswa SD Main Roblox, Tegaskan Bahaya Konten Kekerasan
- account_circle redaktur reputasi
- calendar_month Selasa, 5 Agt 2025
- visibility 23
- comment 0 komentar

Jakarta – ReputasiPlus.com | Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti mengimbau para orang tua dan guru agar lebih selektif dalam mengizinkan anak-anak mengakses permainan digital. Salah satu yang disoroti adalah game Roblox, yang menurutnya mengandung banyak unsur kekerasan dan tidak cocok dimainkan anak-anak usia sekolah dasar.
Hal itu disampaikan Mu’ti saat menghadiri kegiatan Cek Kesehatan Gratis (CKG) Sekolah di SDN Cideng 2, Jakarta Pusat, Senin (4/8/2025).
“Kalau main HP, jangan nonton kekerasan, yang ada berantem-berantemnya, kata-kata jelek juga jangan. Yang main blok-blok (Roblox), jangan main yang itu, ya, karena itu tidak baik,” ujar Mu’ti
Anak SD Belum Bisa Bedakan Realita dan Imajinasi
Mu’ti menegaskan, kemampuan intelektual anak usia SD belum cukup untuk membedakan mana yang nyata dan mana yang hanya rekayasa. Dalam usia tersebut, anak juga cenderung mudah meniru perilaku yang mereka lihat, termasuk adegan kekerasan dari gim daring.
“Kalau di game dibanting itu dianggap biasa, tapi kalau dia praktikkan ke temannya, bisa jadi masalah,” jelasnya.
Literasi Digital Sejak Dini, Kunci Pencegahan
Sebagai langkah antisipatif, Mu’ti mendorong pentingnya penguatan literasi digital sejak dini. Ia mengingatkan bahwa pendampingan dari orang tua saat anak menggunakan gadget sangat dibutuhkan.
“Dampingi anak saat main HP. Pandu agar yang diakses itu konten yang edukatif, yang bermanfaat,” katanya.
Didukung Regulasi: PP Tunas 2025
Imbauan ini juga diperkuat oleh hadirnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Pelindungan Anak, atau dikenal sebagai PP Tunas. Aturan ini menjadi dasar hukum perlindungan anak dari konten digital yang tidak layak.
Mu’ti menambahkan, pemerintah akan menjalin kolaborasi dengan berbagai pihak termasuk masyarakat, penyedia platform digital, dan orang tua.
“Tolong bantu kami menghadirkan layanan digital yang mendidik, bukan yang merusak mental dan intelektual anak-anak kita,” tutupnya.
- Penulis: redaktur reputasi