Pengawasan Lemah, Dana Hibah Masih Jadi Celah Korupsi di Daerah
- account_circle Editor Reputasi
- calendar_month Jumat, 19 Sep 2025
- visibility 9
- comment 0 komentar

MANADO, Reputasiplus.com – Lemahnya sistem pengawasan disebut menjadi salah satu penyebab utama maraknya penyalahgunaan dana hibah di berbagai daerah. Praktik audit yang dilakukan DPRD maupun Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dinilai belum menyentuh substansi, melainkan sekadar formalitas, sehingga memberi ruang terbuka bagi potensi penyimpangan.
Pengamat pemerintahan Sulawesi Utara, Taufik Tumbelaka, menegaskan bahwa kelemahan ini berpotensi diperparah oleh adanya konflik kepentingan di lembaga legislatif. Ia menduga sebagian oknum anggota DPRD justru terlibat langsung dalam proses penyaluran hibah dengan menitipkan proposal kepada pemerintah daerah.
“Jangan-jangan ada anggota DPRD yang ikut menitipkan proposal hibah. Kalau benar begitu, bagaimana mungkin mereka bisa mengawasi dengan objektif. Itu sudah masuk kategori conflict of interest,” ungkap Tumbelaka dalam program Sulut Bicara RRI Manado, Kamis (19/9/2025).
Menurutnya, praktik tersebut tidak hanya mencederai fungsi pengawasan, tetapi juga berpotensi merugikan masyarakat luas. Alih-alih menyalurkan dana hibah untuk kegiatan sosial, pendidikan, kesehatan, atau pemberdayaan masyarakat, dana tersebut rawan dialihkan demi kepentingan kelompok tertentu.
Sejalan dengan itu, ahli hukum keuangan daerah Yusran Lapananda menyoroti aspek regulasi. Ia menjelaskan bahwa Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah sejatinya telah memberikan landasan hukum yang lebih jelas mengenai mekanisme pemberian hibah. Aturan tersebut bahkan mewajibkan pemerintah daerah menyusun peraturan kepala daerah (perkada) sebagai pedoman turunan.
“Regulasi sebenarnya sudah cukup jelas. Tetapi persoalannya, masih banyak aparatur pemerintah daerah yang tidak memahami secara utuh mekanisme tersebut. Lemahnya pemahaman dan kurangnya ketegasan dalam pengawasan membuat aturan itu tidak berjalan maksimal,” terang Yusran.
Yusran juga menambahkan, lemahnya sistem pelaporan serta tidak adanya mekanisme evaluasi yang transparan semakin memperbesar peluang penyalahgunaan. Ia menekankan pentingnya memperkuat kapasitas aparatur, memperjelas mekanisme verifikasi, serta melibatkan auditor independen dalam setiap tahap penyaluran dana hibah.
Kedua narasumber sepakat bahwa perbaikan sistem pengawasan harus menjadi agenda prioritas bagi pemerintah daerah maupun DPRD. Transparansi dalam proses pengajuan proposal, seleksi penerima, hingga penggunaan dana mutlak diperlukan agar kepercayaan publik tidak terus menurun.
“Kalau pengawasan masih setengah hati, dana hibah akan terus menjadi lahan subur bagi praktik korupsi. Sementara masyarakat yang seharusnya merasakan manfaat justru dirugikan,” tegas Tumbelaka.
Dalam beberapa tahun terakhir, penyalahgunaan dana hibah kerap mencuat ke publik, baik melalui temuan lembaga audit maupun kasus hukum. Fenomena ini menambah catatan panjang praktik korupsi di sektor keuangan daerah yang pada akhirnya menurunkan kredibilitas pemerintah di mata masyarakat.
Para pengamat menilai, upaya perbaikan tidak bisa hanya mengandalkan regulasi, melainkan juga menuntut komitmen politik dan integritas aparat pengawas. Tanpa itu, dana hibah akan terus dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk tujuan di luar kepentingan rakyat.
Redaksi : ReputasiPlus
- Penulis: Editor Reputasi