Breaking News
light_mode
Beranda » Ekonomi » Strategi Komunikasi QRIS Jadi Model Implementasi UU Pelindungan Data Pribadi

Strategi Komunikasi QRIS Jadi Model Implementasi UU Pelindungan Data Pribadi

  • account_circle Editor Reputasi
  • calendar_month Sabtu, 16 Agt 2025
  • visibility 27
  • comment 0 komentar

Keberhasilan implementasi Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) dari Bank Indonesia menjadi bukti bahwa komunikasi efektif merupakan kunci utama dalam menjembatani regulasi dengan perilaku nyata masyarakat. Strategi komunikasi yang sederhana, masif, dan kolaboratif membuat regulasi yang awalnya kompleks dapat diterima hingga ke akar rumput.

 

Pola komunikasi yang diterapkan Bank Indonesia ini kini disebut relevan untuk menjadi acuan dalam implementasi regulasi lain, khususnya Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP). Dengan risiko penyalahgunaan data yang kian meningkat, pemerintah dituntut menghadirkan strategi komunikasi regulasi yang tidak hanya informatif, tetapi juga mendorong tindakan nyata masyarakat untuk lebih sadar akan pentingnya pelindungan data pribadi.

 

Regulasi Tanpa Komunikasi Berisiko Mandek

 

Pemerintah memiliki kewenangan untuk menyusun regulasi sebagai landasan hukum, namun implementasinya kerap menghadapi hambatan. Menurut pengamat kebijakan publik, banyak aturan gagal berjalan karena tidak diimbangi strategi komunikasi yang memadai. Regulasi yang ditulis dengan bahasa teknis seringkali tidak dipahami masyarakat luas, sehingga tujuan pembentukan aturan tersebut tidak tercapai.

 

Hal inilah yang membedakan QRIS. Sejak diperkenalkan, BI mampu mengomunikasikan QRIS bukan hanya sebagai instrumen keuangan, melainkan sebagai solusi nyata untuk memudahkan transaksi masyarakat. Pesan sederhana seperti “Satu QRIS untuk Seluruh Pembayaran” menjadi jembatan komunikasi yang efektif, sehingga masyarakat langsung memahami manfaatnya tanpa harus mempelajari regulasi yang kompleks.

 

Pencapaian QRIS: Dari Regulasi ke Perubahan Perilaku

 

Sejak diluncurkan pada 2019, QRIS mencatat pertumbuhan pesat. Hingga 2025, lebih dari 55 juta pengguna tercatat aktif menggunakan QRIS, dengan ratusan ribu pelaku UMKM ikut terdigitalisasi. Transaksi non-tunai meningkat signifikan, mendukung agenda pemerintah dalam mendorong ekonomi digital nasional.

 

Capaian tersebut tidak semata-mata karena regulasi, melainkan strategi komunikasi yang terencana. BI menggandeng bank, fintech, pelaku usaha, influencer, hingga komunitas UMKM dalam sosialisasi. Kampanye dilakukan melalui berbagai saluran, baik media digital, iklan, hingga program pelatihan, sehingga pesan regulasi tidak berhenti pada level dokumen hukum, tetapi benar-benar mengubah kebiasaan masyarakat.

 

Lima Kunci Komunikasi Regulasi yang Efektif

 

Dari pengalaman QRIS, terdapat lima kunci utama yang dapat dijadikan rujukan untuk regulasi lain, termasuk UU PDP:

 

1. Bahasa sederhana. Pesan QRIS dikemas lugas dan menekankan manfaat langsung. Untuk UU PDP, bahasa komunikasi harus menyoroti risiko konkret seperti pencurian identitas, peretasan rekening, hingga potensi stalking, agar masyarakat merasa dekat dengan isu tersebut.

 

2. Multi-channel campaign. BI tidak terpaku pada satu saluran, melainkan menyebarkan informasi melalui media sosial, iklan digital, onboarding UMKM, hingga influencer. Edukasi UU PDP pun perlu menyasar berbagai kanal, agar seluruh segmen masyarakat terjangkau.

 

3. Insentif bagi adopsi. BI memberi insentif bagi UMKM dan pengguna QRIS. Untuk UU PDP, pemerintah bisa mendorong partisipasi dengan penghargaan bagi perusahaan atau lembaga yang menerapkan prinsip transparansi dan keamanan data.

 

4. Kolaborasi lintas sektor. Keberhasilan QRIS tidak lepas dari sinergi antara BI, bank, fintech, UMKM, dan masyarakat. Dalam konteks UU PDP, pemerintah perlu melibatkan perbankan, sektor teknologi, aparat hukum, hingga komunitas pengguna internet untuk membangun ekosistem pelindungan data.

 

5. Branding sebagai bagian transformasi nasional. QRIS diposisikan sebagai standar pembayaran digital nasional. Demikian pula, UU PDP harus diposisikan sebagai bagian integral dari agenda transformasi digital Indonesia, bukan sekadar aturan hukum yang bersifat administratif.

 

UU PDP: Tantangan dan Urgensi

 

Tantangan utama UU PDP adalah rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya melindungi data pribadi. Banyak pengguna internet masih mengabaikan risiko berbagi data di media sosial atau aplikasi digital. Padahal, menurut laporan Kementerian Komunikasi dan Informatika, kasus kebocoran data di Indonesia terus meningkat dalam tiga tahun terakhir.

 

Di sinilah strategi komunikasi regulasi menjadi krusial. Regulasi harus mampu “diterjemahkan” ke dalam pesan yang sederhana, kontekstual, dan menyentuh kehidupan sehari-hari masyarakat. Tanpa itu, regulasi berpotensi hanya menjadi teks hukum yang sulit dijalankan.

 

Kesimpulan: Komunikasi adalah Jembatan Regulasi

 

Keberhasilan QRIS menjadi bukti nyata bahwa regulasi yang diiringi komunikasi efektif dapat mengubah perilaku masyarakat secara masif. Pemerintah, regulator, dan seluruh pemangku kepentingan dituntut meniru strategi ini dalam implementasi UU PDP maupun regulasi lain di masa mendatang.

 

Dengan komunikasi yang sederhana, kampanye multi-channel, dukungan insentif, kolaborasi lintas sektor, serta branding yang kuat, regulasi bukan hanya hadir sebagai kewajiban hukum, tetapi juga sebagai gerakan bersama yang melindungi kepentingan masyarakat luas.

 

Sumber : Redaktur Reputasi

  • Penulis: Editor Reputasi

Rekomendasi Untuk Anda

expand_less