Verifikasi Wajah dan Sidik Jari Diusulkan untuk Akun Medsos
- account_circle redaktur reputasi
- calendar_month Senin, 22 Sep 2025
- visibility 19
- comment 0 komentar

Yogyakarta, ReputasiPlus.com — Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menegaskan bahwa wacana identitas digital tunggal tidak berarti pembatasan jumlah akun media sosial yang dimiliki seseorang. Yang sedang dikaji pemerintah adalah sistem identifikasi digital yang memungkinkan setiap akun dapat ditelusuri ke satu identitas resmi.
“Boleh punya akun berapa pun, tetapi harus ada traceability, atau harus bisa dilacak ke single ID ataupun digital ID yang dimiliki,” ujar Wakil Menteri Komdigi, Nezar Patria, dalam acara di Gedung Magister Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Kamis (18/9).
Menurut Nezar, sistem ini bertujuan untuk menciptakan ruang digital yang aman dan bertanggung jawab, bukan membatasi ekspresi pengguna. Dengan autentikasi yang kuat, seseorang tetap dapat memiliki beberapa akun asalkan terhubung dengan satu identitas yang sah.
Ia menyebut sistem ini sejalan dengan kebijakan pemerintah seperti Satu Data Indonesia, Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), dan Identitas Kependudukan Digital (IKD). “Kalau single ID ini bisa diterapkan, tidak masalah mau punya akun satu, dua, atau tiga,” tambahnya.
Verifikasi Data Lebih Ketat
Nezar juga menyoroti pentingnya tata kelola data pribadi, termasuk dalam registrasi kartu SIM. Ia menyebut, saat ini satu Nomor Induk Kependudukan (NIK) masih bisa digunakan untuk mendaftarkan maksimal tiga nomor per operator, namun celah ini kerap disalahgunakan, seperti lewat praktik cloning data dan jual beli SIM prabayar ilegal.
Opsi Verifikasi Biometrik untuk Akses Digital
Sekretaris Jenderal Komdigi, Ismail, menegaskan bahwa konsep identitas digital tunggal bukanlah bentuk pembatasan kebebasan berpendapat. Justru sebaliknya, hal ini untuk mencegah penyalahgunaan ruang digital yang marak terjadi karena anonimitas.
“Kesempatan itu muncul ketika orang merasa, jika sudah masuk ke ruang digital, orang lain tidak tahu saya adalah saya. Ini yang bahaya,” ujarnya di Jakarta, Jumat (19/9).
Untuk memperkuat sistem ini, pemerintah juga sedang membahas penggunaan verifikasi biometrik seperti pengenalan wajah (face recognition) dan sidik jari. Meski demikian, Ismail menekankan bahwa semua ini masih dalam tahap kajian dan belum ditetapkan sebagai kebijakan resmi.
“Saya mohon agar ini tidak dilihat sebagai pembatasan kebebasan masyarakat. Justru ini adalah upaya menciptakan ruang digital yang sehat, produktif, dan aman,” ujarnya.
- Penulis: redaktur reputasi